Sela
adalah seorang yang luar biasa. Geraknya cepat melampaui kilat. Bahkan sampai
beberapa orang mengatakan bahwa ia mewarisi kecepatan bergerak ayahnya yang
juga bergelar Ki Ageng Sela, yang menurut ceritera dapat menangkap petir.
Pada
suatu kali, ketika Ki Ageng Sela sedang menyepi di tepi sendang Jalatunda,
tiba-tiba ia disambar oleh semacam sinar putih kebiru-biruan. Untunglah bahwa
ia dapat bergerak cepat luar biasa, sehingga ia dapat menghindari sambaran
sinar itu. Bahkan ia masih juga sempat menangkapnya.
Tetapi demikian tangannya menyentuh benda itu, terkejutlah ia bukan kepalang. Sebab pada saat itu tangannya terasa telah menangkap seekor binatang yang bulat panjang.
Tetapi demikian tangannya menyentuh benda itu, terkejutlah ia bukan kepalang. Sebab pada saat itu tangannya terasa telah menangkap seekor binatang yang bulat panjang.
Untunglah
bahwa sebelumnya ia pernah mendengar ceritera tentang seekor ular yang pandai
terbang dan bercahaya. Ular yang diceriterakan menjadi penggembala hujan. Maka
secepat kilat benda yang ditangkapnya itu sebelum sempat menggigitnya,
dibantingnya ke tanah.
Adalah suatu keuntungan bahwa binatang itu tidak dihantamkan pada sebatang pohon atau batu. Sebab kalau demikian, binatang itu pasti akan remuk. Saat itu, ia dapatkan binatang itu masih utuh, meskipun terbenam lebih dari sejengkal ke dalam tanah.
Kemudian
bangkai ular itu diambilnya. Ternyata ular itu adalah seekor ular yang aneh.
Panjangnya dibanding dengan besarnya dapat dikatakan terlalu pendek. Sisiknya
berwarna putih mengkilap agak kebiru-biruan. Pada bagian kepalanya tergoreslah
semacam lukisan jamang, sedangkan pada ujung ekornya melingkarlah warna kuning
keemasan.
Ketika
ular aneh itu dibawa pulang, terlihatlah binatang itu oleh Ki Ageng Warana.
Melihat bangkai ular itu, Ki Ageng Warana terperanjat, apalagi ketika ia
mendapat keterangan dari Sela. Maka segera orang tua itu minta izin kepada Sela
untuk mengambil bisanya.
Sela
yang menganggap binatang itu hanya sebagai barang yang aneh, sama sekali tidak
keberatan. Ia tidak mengira kalau karena itu ia mendapat semacam obat yang tak
ada bandingnya. Obat penawar segala macam bisa yang bagaimanapun tajamnya.
Racun dari bisa binatang maupun tumbuh-tumbuhan.
Oleh
Ki Ageng Warana, binatang itu diperas bisanya. Dengan mempergunakan
keahliannya, ia dapat menampung bisa itu. Kemudian dengan berbagai ramuan, bisa
itu berhasil dipadatkan. Tetapi hanya tinggal kecil sekali, hanya kira-kira
sebesar biji kacang tanah. Biji sari bisa ular ajaib itu dihadiahkan kepada Ki
Ageng Sela. Meskipun Ki Ageng Warana minta sebagian kecil, Ki Ageng Sela pun
sama sekali tidak keberatan.
Dengan
biji bisa itu, Ki Ageng Warana telah membebaskan dirinya sendiri dari berbagai
macam bisa. Juga Ki Ageng Sela dan bahkan Mahesa Jenar sebagai seorang sahabat
karib Nis dari Sela, mendapat kesempatan untuk menikmati kasiatnya pula.
Bersambung...........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mau mampir...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.