Rabu, 13 Februari 2013

NAGASASRA SABUK INTEN (053)

Oleh SH Mintarja


Kemudian denyut jantung Samparan turun dengan cepatnya. Wajahnyapun menjadi semakin pucat. Meskipun demikian ia masih berusaha untuk melanjutkan ceritanya.
 Bulan terakhir tahun ini, tepat pada saat purnama naik, di lembah Tanah Rawa-rawa, akan hadir dalam pertemuan itu antara lain Lawa Ijo dari Mentaok. Sepasang Uling dari Rawa Pening sebagai tuan rumah, yaitu Uling Kuning dan Uling Putih. Suami-istri Sima Rodra dari Gunung Tidar, Djaka Soka, Bajak Laut yang berwajah tampan dari Nusakambangan, yang mendapat julukan Ular Laut. Sebenarnya Samparan masih akan berkata menyebut beberapa nama lagi, tetapi ia sudah terlalu lemah. Sudahlah Samparan. Jangan pikirkan semua itu. Tenangkanlah dan beristirahatlah, potong Ki Asem Gede.
Samparan tersenyum buat terakhir kalinya. Ia menarik nafas panjang, dan sesudah itu terhentilah denyut jantungnya. Mereka yang menyaksikannya, untuk sesaat menundukkan kepala masing-masing dengan rasa haru.

Perlahan-lahan tubuh itu kemudian diangkat dan diletakkan di atas bale-bale di Gandok Wetan. Tetapi wajahnya sekarang tidak lagi membayangkan kejahatan seperti yang pernah dilakukan semasa hidupnya. Wajah itu kini bagaikan kotak kaca yang sudah dibersihkan isinya dari kotoran-kotoran yang semula memenuhinya.
Kemudian Ki Asem Gede segera memanggil beberapa orang pelayan dan murid-murid Wirasaba. Mereka diminta merawat mayat Samparan. Mayat seorang yang pernah menggemparkan Pucangan dengan kejahatan-kejahatan. Selain itu, kepada murid-murid Wirasaba bahkan kepada Nyi Wirasaba, Ki Asem Gede minta supaya tidak mengatakan suatu apapun tentang peristiwa Samparan dan kawan-kawannya kepada Ki Wirasaba.
Maka, Samparan adalah satu-satunya diantara kelima orang gerombolannya yang mendapat penghormatan terakhir pada saat penguburannya. Pengorbanan Samparan sebagai penebus dosa tidaklah sia-sia. Untuk beberapa lama Ki Wirasaba dapat menikmati ketenteraman hidupnya kembali di samping istrinya yang setia.
Pada malam setelah semua peristiwa itu terjadi, Mantingan dan Mahesa Jenar diminta untuk tinggal di rumah Ki Wirasaba bersama-sama Ki Asem Gede. Tetapi untuk menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan salah faham, maka sengaja Mantingan dan Mahesa Jenar tidak banyak bercakap-cakap dengan Ki Wirasaba.  Hanya dalam kesempatan itu, ketika mereka duduk-duduk bertiga, Mahesa Jenar, Ki Dalang Mantingan dan Ki Asem Gede, berceriteralah orang itu, tentang sebab-sebabnya Ki Wirasaba menjadi lumpuh.
Wirasaba adalah seorang pilihan dalam kalangannya. Yaitu para penggembala. Ia mendapat gelar Seruling Gading karena kepandaiannya meniup seruling. Pada usia yang masih sangat muda, ia mulai dengan perantauannya dari satu daerah ke daerah yang lain untuk menuruti keinginannya yang melonjak-lonjak di dalam dadanya. Ia sebenarnya berasal dari Karang Pandan, di kaki Gunung Lawu. Sehingga pada suatu saat sampailah ia ke Prambanan. Kedatangannya bagiku  sangat menguntungkan. Sebab pada saat itu aku sedang dibingungkan oleh sebuah lamaran yang mengerikan. Anakku, istri Wirasaba itu, pada saat itu sedang menerima lamaran dari seorang yang sangat ditakuti di daerah kami.
Tetapi orang itu bukanlah orang baik-baik. Adatnya sangat kasar dan angkuh. Sehingga anakku bersumpah di hadapanku, kalau terpaksa ia harus menjalani perkawinan itu, berarti bahwa hidupnya harus diakhiri, cerita Ki Asem Gede.
Kehadiran Wirasaba merupakan angin baru bagi anakku. Perkenalan mereka semakin lama menjadi semakin erat. Sebagai orang tua aku segera mengetahui bahwa hati mereka terjalin. Pradangsa, orang yang ingin mengawini anakku itu, melihat hubungan yang semakin erat itu. Ia menjadi marah bukan kepalang. Sebagai seorang yang merasa dirinya tak terkalahkan, ia berusaha menyelesaikan persoalan itu dengan caranya. Ditantangnya Wirasaba untuk berkelahi. Aku yang belum mengetahui tingkat ilmu yang dimiliki oleh Wirasaba, menjadi cemas. Tetapi Wirasaba sendiri menerima tantangan itu dengan senang hati, lanjut Ki Asem Gede.

Bersambung............ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mau mampir...

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.