Kemudian
denyut jantung Samparan turun dengan cepatnya. Wajahnyapun menjadi semakin
pucat. Meskipun demikian ia masih berusaha untuk melanjutkan ceritanya.
Bulan terakhir tahun ini, tepat pada saat
purnama naik, di lembah Tanah Rawa-rawa, akan hadir dalam pertemuan itu antara
lain Lawa Ijo dari Mentaok. Sepasang Uling dari Rawa Pening sebagai tuan rumah,
yaitu Uling Kuning dan Uling Putih. Suami-istri Sima Rodra dari Gunung Tidar,
Djaka Soka, Bajak Laut yang berwajah tampan dari Nusakambangan, yang mendapat
julukan Ular Laut. Sebenarnya Samparan masih akan berkata menyebut beberapa
nama lagi, tetapi ia sudah terlalu lemah. Sudahlah Samparan. Jangan pikirkan
semua itu. Tenangkanlah dan beristirahatlah, potong Ki Asem Gede.
Samparan
tersenyum buat terakhir kalinya. Ia menarik nafas panjang, dan sesudah itu
terhentilah denyut jantungnya. Mereka yang menyaksikannya, untuk sesaat
menundukkan kepala masing-masing dengan rasa haru.
Perlahan-lahan
tubuh itu kemudian diangkat dan diletakkan di atas bale-bale di Gandok Wetan.
Tetapi wajahnya sekarang tidak lagi membayangkan kejahatan seperti yang pernah
dilakukan semasa hidupnya. Wajah itu kini bagaikan kotak kaca yang sudah
dibersihkan isinya dari kotoran-kotoran yang semula memenuhinya.
Kemudian
Ki Asem Gede segera memanggil beberapa orang pelayan dan murid-murid Wirasaba.
Mereka diminta merawat mayat Samparan. Mayat seorang yang pernah menggemparkan
Pucangan dengan kejahatan-kejahatan. Selain itu, kepada murid-murid Wirasaba
bahkan kepada Nyi Wirasaba, Ki Asem Gede minta supaya tidak mengatakan suatu
apapun tentang peristiwa Samparan dan kawan-kawannya kepada Ki Wirasaba.
Maka,
Samparan adalah satu-satunya diantara kelima orang gerombolannya yang mendapat
penghormatan terakhir pada saat penguburannya. Pengorbanan Samparan sebagai
penebus dosa tidaklah sia-sia. Untuk beberapa lama Ki Wirasaba dapat menikmati
ketenteraman hidupnya kembali di samping istrinya yang setia.
Pada
malam setelah semua peristiwa itu terjadi, Mantingan dan Mahesa Jenar diminta
untuk tinggal di rumah Ki Wirasaba bersama-sama Ki Asem Gede. Tetapi untuk
menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan salah faham, maka sengaja Mantingan
dan Mahesa Jenar tidak banyak bercakap-cakap dengan Ki Wirasaba. Hanya
dalam kesempatan itu, ketika mereka duduk-duduk bertiga, Mahesa Jenar, Ki
Dalang Mantingan dan Ki Asem Gede, berceriteralah orang itu, tentang
sebab-sebabnya Ki Wirasaba menjadi lumpuh.
Wirasaba
adalah seorang pilihan dalam kalangannya. Yaitu para penggembala. Ia mendapat
gelar Seruling Gading karena kepandaiannya meniup seruling. Pada usia yang
masih sangat muda, ia mulai dengan perantauannya dari satu daerah ke daerah
yang lain untuk menuruti keinginannya yang melonjak-lonjak di dalam dadanya. Ia
sebenarnya berasal dari Karang Pandan, di kaki Gunung Lawu. Sehingga pada suatu
saat sampailah ia ke Prambanan. Kedatangannya bagiku sangat
menguntungkan. Sebab pada saat itu aku sedang dibingungkan oleh sebuah lamaran
yang mengerikan. Anakku, istri Wirasaba itu, pada saat itu sedang menerima
lamaran dari seorang yang sangat ditakuti di daerah kami.
Tetapi
orang itu bukanlah orang baik-baik. Adatnya sangat kasar dan angkuh. Sehingga
anakku bersumpah di hadapanku, kalau terpaksa ia harus menjalani perkawinan
itu, berarti bahwa hidupnya harus diakhiri, cerita Ki Asem Gede.
Kehadiran
Wirasaba merupakan angin baru bagi anakku. Perkenalan mereka semakin lama
menjadi semakin erat. Sebagai orang tua aku segera mengetahui bahwa hati mereka
terjalin. Pradangsa, orang yang ingin mengawini anakku itu, melihat hubungan
yang semakin erat itu. Ia menjadi marah bukan kepalang. Sebagai seorang yang
merasa dirinya tak terkalahkan, ia berusaha menyelesaikan persoalan itu dengan
caranya. Ditantangnya Wirasaba untuk berkelahi. Aku yang belum mengetahui
tingkat ilmu yang dimiliki oleh Wirasaba, menjadi cemas. Tetapi Wirasaba
sendiri menerima tantangan itu dengan senang hati, lanjut Ki Asem Gede.
Bersambung............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mau mampir...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.