Minggu, 06 Januari 2013

NAGASASRA SABUK INTEN (043)

Oleh SH Mintarja


Ketika Nyi Wirasaba tampak melangkah ke luar pintu rumah Samparan, orang-orang berdesak-desakan mengerumuninya. Nyi Wirasaba menunduk malu.  Di belakangnya menyusul Ki Asem Gede, Mantingan, Mahesa Jenar dan kemudian Samparan. Suasana segera berubah menjadi tegang kembali ketika tiba-tiba Mahesa Jenar membalikkan diri, dan secepat kilat menangkap tangan  Samparan dan diputarnya ke belakang. Samparan terkejut bukan kepalang, sambil menyeringai kesakitan. Tangan Mahesa Jenar yang menangkapnya itu begitu erat seperti tanggem besi yang menjepit tangannya. Bahkan tidak hanya Samparan yang terkejut, tetapi juga orang-orang yang menyaksikan, termasuk Ki Asem Gede dan Mantingan. Adakah aku berbuat salah? rintih Samparan.
 Kau tidak berbuat salah, tetapi aku ingin mendapat keterangan dari kau, jawab Mahesa Jenar.

Samparan dan orang-orang yang menyaksikan sibuk menduga-duga, keterangan apakah gerangan yang dikehendaki oleh Mahesa Jenar. Samparan, kau dan  Watu Gunung adalah termasuk dalam satu gerombolan yang mempunyai persamaan kesenangan. Yaitu berbuat kejahatan. Dalam dunia kejahatan, sahabat jauh lebih berharga dari saudara, bahkan orang tua. Rahasia-rahasia yang tak pernah didengar oleh keluarga sendiri, kadang-kadang didengar oleh sahabat-sahabatnya. Nah, katakanlah, aku yakin kau mengetahuinya, apakah hubungan Watu Gunung dengan Lawa Ijo? lanjut Mahesa Jenar.
 Mendengar pertanyaan ini Samparan terkejut seperti disambar petir meleset. Tidak pula kalah terkejutnya Ki Asem Gede, Mantingan dan mereka yang ikut mendengarnya. Nama Lawa Ijo adalah nama yang tabu diucapkan. Sebab dengan menyebut namanya saja, sudah cukup alasan bagi Lawa Ijo untuk membunuh. Meskipun pada saat-saat terakhir Lawa Ijo tidak pernah lagi muncul, tetapi apabila nama itu disebutkan, orang yang mendengarnya telah cukup menggigil ketakutan. Samparan tidak segera menjawab pertanyaan itu. Ia berdiri pada suatu titik yang berbahaya sekali. Ia semakin takut kepada Mahesa Jenar, yang sama sekali tak diduganya akan mengajukan pertanyaan semacam itu. Dari manakah gerangan ia mencium kabar tentang Watu Gunung dan hubungannya dengan Lawa Ijo? Teranglah bahwa ia bukan orang sejajarnya, bahkan tidak sejajar dengan Mantingan. Kalau tidak, ia tidak akan seenaknya saja menyebut nama Lawa Ijo. Ki Asem Gede dan Mantingan pun tergetar juga hatinya. Mereka berdua pun maklum akan kehebatan Lawa Ijo.
Jawablah!- desak Mahesa Jenar. Sementara itu, pegangannya pun makin dikuatkan. Samparan berdesis menahan sakit. Aku tak  tahu, jawab Samparan mencoba berbohong. Tetapi belum lagi ia selesai mengucapkan jawabannya, tangannya yang terpuntir itu terasa semakin sakit, dan terangkat ke atas. Kau tak mau menjawab? geram Mahesa Jenar. Keringat dingin memenuhi tubuh Samparan. Ia merasa serba salah, dan seakan-akan ia telah dihadapkan pada suatu keharusan memilih, mati di tangan Lawa Ijo atau Mahesa Jenar.
Aku tak mengetahui seluruhnya. Aku hanya pernah mendengar nama itu disebut-sebut oleh Watu Gunung, jawab Watu Gunung. Apa katanya? desak Mahesa Jenar pula. Kembali Samparan ragu-ragu. Kau takut kepada Lawa Ijo? bentak Mahesa Jenar yang sudah mulai jengkel.
Bagus. Kau takut dibunuhnya. Tetapi bagaimana kalau yang melaksanakan pembunuhan itu aku? lanjut Mahesa Jenar. Tubuh Samparan mulai menggigil. Ia sudah melihat kedua kawannya dipecahkan kepalanya oleh orang itu. Kalau ia tidak menuruti perintahnya, jangan-jangan kepalanya akan dipecahkan pula. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk berkata, dengan harapan Lawa Ijo sudah tidak akan muncul kembali. Yang aku ketahui, Watu Gunung adalah tidak saja anggota gerombolan itu, tetapi ia adalah saudara muda seperguruan Lawa Ijo. Mendengar jawaban Samparan ini, orang-orang jadi gemetar dan ketakutan. Saudara muda Lawa Ijo binasa di desa mereka.
 Katakan yang lain, aku jadi tanggungan kalau Lawa Ijo marah, sahut Mahesa Jenar. Samparan merasa bahwa ia tidak dapat berbuat lain daripada menuruti perintah itu.
 Watu Gunung pasti pernah berkata, di mana Lawa Ijo sekarang.

Bersambung... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mau mampir...

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.