Minggu, 13 Januari 2013

NAGASASRA SABUK INTEN (047)

Oleh SH Mintarja

Mendengar sindiran itu, hati Mahesa Jenar tergoncang hebat. Tidak kalah pula terperanjatnya Mantingan dan Ki Asem Gede, sehingga wajah mereka menjadi semburat merah. Nyi Wirasaba melihat gelagat yang kurang baik itu. Dan kembali sebuah goresan tajam melukai hatinya yang sudah hampir sembuh. Cepat ia menjatuhkan diri di samping pembaringan suaminya, berlutut sambil menangis. Kakang, aku telah kembali kepadamu. Jangan lepaskan aku lagi.
Mendengar ratap istrinya, sebenarnya hati Wirasaba terobek-robek karenanya. Ia pun sebenarnya sangat mencintai istrinya, sebagaimana istrinya mencintainya. Tetapi perasaan harga diri yang berlebih-lebihan telah melibat hati Wirasaba, sehingga sedikit pun ia tidak menunjukkan getaran perasaannya. Mata Wirasaba yang sayu memandang keluar lewat jendela di samping pembaringannya. Memandang daun-daun yang bergoyang-goyang digerakkan angin, serta kilatan-kilatan matahari yang jatuh bertebaran di atas tanah pegunungan yang kemerah-merahan.

Suasana kemudian dikuasai oleh kesepian yang tegang. Mahesa Jenar mengeluh dalam hati. Kutuk apakah yang ditimpakan Tuhan atas dirinya, sehingga ia mengalami suatu kejadian  yang demikian rumitnya? Haruskah pada suatu saat ia berhadapan dengan Wirasaba sebagai lawan? Kalau demikian, maka menang atau kalah ia akan tetap sama saja. Sama-sama mengalami penderitaan batin. Kalau Mahesa Jenar kalah, maka kekalahan itu tak akan dapat dilupakannya seumur hidupnya. Sebaliknya kalau ia menang, bagaimanakah nasib Nyai Wirasaba? Sebab dengan demikian Ki Wirasaba pasti tidak akan mau menerimanya kembali. Bahkan mungkin ia akan membunuh dirinya.
Belum lagi Mahesa Jenar menemukan jalan keluar, tiba-tiba didengarnya Wirasaba berkata, Nyai, aku akan menerima kau kembali sebagaimana kau terlepas dari tangan Samparan.
 Suara Wirasaba itu terdengar sebagai gemuruhnya seribu guntur yang menggelegar bersama-sama. Suasana menjadi bertambah tegang. Peluh dingin telah mengalir di seluruh tubuh Mahesa Jenar. Apa yang diduganya ternyata benar-benar terjadi.
Sampai saat itu pun ia masih belum dapat menemukan suatu pilihan. Bagaimanapun, sebagai seorang laki-laki ia tidak bisa menelan tantangan itu begitu saja. Sehingga dengan demikian tubuhnya menjadi gemetar menahan perasaannya yang melonjak-lonjak. Hampir saja ia melangkah maju dan menerima tantangan itu. Tetapi ketika dilihatnya Nyai Wirasaba masih menangis, bahkan makin menjadi-jadi, ia kembali ragu-ragu.
Akhirnya setelah perasaannya berjuang beberapa lama, Mahesa Jenar mengambil suatu keputusan yang sangat berat. Sebagai seorang laki-laki, apalagi sebagai seorang yang berjiwa prajurit, ia belum pernah menghindari suatu tantangan. Tetapi kali ini bertekad, berkorban buat kedua kalinya, untuk ketentraman hidup putri Ki Asem Gede. Karena itu ia berdiam diri, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Ki Asem Gede menjadi kebingungan, dan tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan. Ia pun mempunyai pikiran yang sama dengan Mahesa Jenar. Kalau saja Mahesa Jenar menerima tantangan itu, Mahesa Jenar bukanlah tandingan Wirasaba. Bagaimanapun hebatnya menantunya, tetapi setinggi-tingginya yang dapat dicapainya adalah tingkat Dalang Mantingan. Apalagi dalam keadaan seperti sekarang ini.
Belum lagi suasana yang tegang itu terpecahkan, mendadak mereka dikejutkan oleh suatu bayangan yang melayang, meloncat masuk lewat jendela yang terbuka di samping pembaringan Wirasaba. Geraknya cepat dan lincah sekali. Mereka menjadi semakin terperanjat ketika mereka melihat siapakah orang itu. Ternyata orang yang telah berdiri tegak diantara mereka adalah Samparan.
Pengecut tua, kau curi anakmu dengan laku seorang perempuan. Aku telah merampasnya dengan kejantanan. Aku telah melukai dua orang murid Wirasaba yang menghalangi maksudku. Seharusnya kau ambil perempuan itu dengan laku seorang jantan pula. Nah, sekarang aku datang untuk mengambilnya kembali, teriak Samparan sambil menuding wajah Ki Asem Gede. Melihat tingkah laku, sikap dan kata-kata Samparan, Ki Asem Gede terkejut bukan kepalang. Apalagi yang mau diperbuat oleh setan kecil ini?

Bersambung........ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mau mampir...

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.