Senin, 07 Januari 2013

NAGASASRA SABUK INTEN (044)

Oleh SH Mintarja


Samparan dengan sangat terpaksa akan menjawab pertanyaan itu. Tetapi sebelum mulutnya bergerak, tiba-tiba ia merasa Mahesa Jenar mendorongnya sehingga ia terpelanting jatuh. Dan sementara itu sebuah pisau belati melayang tepat  lewat tempatnya berdiri tadi, langsung mengenai dinding dan tembus masuk ke dalam rumah. Dalam pada itu, berkelebatlah sesosok tubuh di antara penonton meloncat lari meninggalkan halaman.
Mantingan tidak mau melepaskan orang itu begitu saja. Secepat kilat ia memburunya, yang kemudian  disusul oleh Mahesa Jenar. Tetapi Mantingan belum berpengalaman menghadapi orang-orang gerombolan Lawa Ijo.  Maka ia tidak menyangka sama sekali bahwa orang yang dikejarnya itu tiba-tiba  berhenti membalikkan diri, dan sebuah sinar putih menyambar dadanya. Mantingan terkejut bukan main. Secepat kilat ia memukul sinar putih itu dengan trisulanya. Terdengarlah suara berdentang hebat.

Tangan Mantingan yang memegang trisula itu bergetar hebat, sedangkan pisau yang dilemparkan ke dadanya itu berubah arah. Tetapi meskipun demikian, lengannya tergores juga sedikit. Ia tertegun mengalami peristiwa itu. Dan Mahesa Jenar yang melihat darah di lengan Mantingan jadi terhenti pula. Sementara itu orang yang telah melemparkan pisau itu sempat menyelinap di antara pepohonan dan menghilang. Dari kejauhan terdengarlah gema suara orang tertawa. Suara itu mengiris ulu hati seperti suara ringkikan hantu kubur.  Lawa Ijo telah datang, desis Mahesa Jenar.
Diakah Lawa Ijo? tanya Mantingan. Mungkin, tetapi setidak-tidaknya salah seorang dari gerombolan itu, jawab  Mahesa Jenar. Aku ingin suatu kali dapat bertemu dengan Lawa Ijo. Nah lupakan dia Kakang Mantingan untuk sementara. Marilah kita kembali. Mungkin Samparan dapat menunjukkan tempatnya, lanjut Mahesa Jenar.
 Maka segera mereka kembali ke rumah Samparan. Tampaklah orang-orang yang masih berdiri di halaman itu berwajah pucat-pucat ketakutan. Beberapa diantaranya menggigil, terduduk tak berdaya. Apalagi waktu terdengar suara tertawa di kejauhan.
Ketika Ki Asem Gede melihat tangan Matingan berdarah, cepat ia berlari menyongsongnya.
Kau terluka? tanya Ki Asem Gede.
Mantingan mengangguk mengiakan. Cepat-cepat Ki Asem Gede memeriksa luka itu. Dan sebentar kemudian tampak ia mengangguk-angguk. Tidak beracun, gumannya.
Karena itu marilah kita lekas meninggalkan tempat ini dan menyerahkan kembali anakku kepada suaminya. Sementara itu aku dapat mengobati luka Adi Mantingan, yang untung tak berbahaya, kata Ki Asem Gede.
Sementara itu Ki Asem Gede melihat Samparan seperti orang yang tidak sadar terduduk, di tanah. Tingkah Samparan tampaknya menggelikan. Sifat-sifat garangnya sama sekali tak berbekas. Apalagi setelah ia hampir saja disambar pisau. Yang ia tahu pasti, bahwa itulah pisau gerombolan Lawa Ijo. Samparan, kau kenapa? tegur Mahesa Jenar.
Samparan memandang kepada Mahesa Jenar dengan mata yang layu dan mengandung suatu permohonan untuk mendapat perlindungan. Mahesa Jenar menangkap maksud itu.
Samparan, kau jangan berbuat demikian. Tidakkah kau malu pada dirimu sendiri? Bagaimanapun kau adalah laki-laki yang mengenal cara untuk membela diri. Meskipun demikian, kalau kau memang merasa tak mampu berdiri sendiri, kau dapat mengikuti Kakang Mantingan nanti ke Prambanan. Aku memang masih memerlukan engkau. Tetapi pada saat ini kau barangkali tidak lagi dapat mengucapkan sepatah kata pun. Kakang Mantingan nanti kalau kembali ke Prambanan, akan mampir kemari menjemputmu. Dan percayalah bahwa pada waktu ini Lawa Ijo tidak akan berani menginjak rumah ini. Sebaliknya kau pun jangan meninggalkan rumah ini. Sebab ada dua kemungkinan, ditangkap oleh Lawa Ijo  atau akulah yang akan memburumu, kata Mahesa Jenar.
Mendengar kata-kata Mahesa Jenar yang meyakinkan itu, Samparan menjadi agak tenang sedikit. Perlahan-lahan ia berdiri dan membungkuk hormat kepada Mahesa Jenar. Ia mempunyai suatu kesan yang aneh. Kehebatannya, kegarangannya, tetapi juga keluhuran budinya. Sehingga tidak langsung, ia telah memandang ke dirinya sendiri, yang beberapa saat lalu masih merasa sebagai seorang yang tak terkalahkan.

Bersambung.... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mau mampir...

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.