Ki
Asem Gede terkejut bukan kepalang. Dan terasa di kedua belah lambungnya melekat
ujung senjata tajam. Ketika ia menoleh, dilihatnya Wisuda dan Palian, yakni
anggota ke-3 dan ke-4 dari kawanan iblis itu berdiri di belakangnya dan
mengancamnya dengan keris. Maka terpaksa Ki Asem Gede mengurungkan niatnya,
meskipun hatinya bergelora hebat, sambil menanti suatu kesempatan.
Sementara
itu, pertempuran di arena bertambah hebat. Gagak Bangah dengan gesitnya
menyambar-nyambar sambil mempermainkan pedang pendeknya, seperti seekor Sikatan
menyambar belalang. Sedangkan Watu Gunung pun dengan mengandalkan
kekuatannya menyerang dengan garangnya. Apalagi kini ia telah memegang pula
sebuah belati panjang yang dicabutnya dari bawah kainnya, seperti yang dilemparkan
tadi.
Mahesa
Jenar ternyata tidak mengecewakan. Diam-diam ia merasa bersyukur bahwa dengan
tidak sengaja Watu Gunung telah memberinya sebilah pisau belati panjang. Dan
dengan senjata itu ia melayani kedua lawannya. Ia pernah mendengar bahwa belati
kawanan Lawa Ijo terkenal keampuhannya serta terbuat dari baja pilihan. Apalagi
kini senjata itu ada di tangan Mahesa Jenar yang mempunyai kepandaian dalam
mempergunakan segala macam senjata. Maka dalam waktu yang singkat ujung belati
itu dengan dahsyatnya menyerang lawannya dan seolah-olah berubah menjadi
beribu-ribu mata pisau yang mematuk-matuk dengan garangnya.