Sabtu, 08 Desember 2012

NAGASASRA SABUK INTEN (031)

Oleh SH Mintarja


Melihat kedua serangannya itu menyentuh pakaian lawan pun tidak, Watu Gunung menjadi semakin  marah. Kembali ia membuka serangan dengan tangannya ke arah dada, dan sekaligus mempersiapkan tangan yang lain untuk menutup jalan menghindar. Rupa-rupanya serangan ini hampir berhasil mengenai lawannya. Tetapi pada saat terakhir ketika tangannya sudah berjarak setebal jari dari dada, Mahesa Jenar segera menarik tubuhnya ke belakang dengan satu loncatan yang cepat, ia menghindar ke arah sebelah dari tangan yang lain. Watu Gunung menjadi semakin uring-uringan.
Dan meluncurlah kemudian serangan-serangan yang cukup dahsyat. Tetapi beberapa orang telah menjadi cemas. Sebab dalam pandangan mereka, Mahesa Jenar selalu terdesak. Pada saat terakhir, Mahesa Jenar merasa betul-betul terdesak. Memang lawannya pada saat itu tidaklah dapat dianggap ringan, meskipun belum sekuat Mantingan, tetapi Watu Gunung mempunyai keistimewaan juga. Ia begitu percaya kepada kekuatan jarinya, sehingga berkali-kali ia menyerang dengan menyodok perut, kening dan mata.

Maka timbullah keinginan Mahesa Jenar untuk menguji kekuatan daya tahan lawannya. Ketika pada suatu saat pertahanan dada Watu Gunung terbuka, cepat-cepat Mahesa Jenar mempergunakan kesempatan ini. Seperti seekor burung menyambar belalang, ia pergunakan sisi telapak tangannya untuk menghantam dada lawannya. Serangan itu begitu mendadak dan cepat sehingga lawannya tak sempat menghindarinya.
Merasa kena hantaman di dadanya, cepat-cepat Watu Gunung mundur selangkah. Mulutnya meringis sebentar menahan sakit. Tetapi oleh daya tahan badannya, segera rasa sakit itu hilang. Mengalami hal ini, Watu Gunung malahan sekali lagi meloncat mundur, dan aneh sekali, ia tidak bersiap-siap untuk menyerang atau bertahan, malahan ia berdiri di atas kedua kakinya yang direnggangkan dan kedua tangannya bertolak pinggang.
Melihat sikap yang demikian, Mahesa Jenar pun menjadi tertegun heran. Tetapi menghadapi sikap ini ia tidak berani gegabah, sebab siapa tahu bahwa sikap ini adalah suatu sikap untuk mengelabuinya dan memancingnya dalam suatu keadaan yang tak menguntungkan.
Mahesa Jenar semakin heran ketika tiba-tiba Watu Gunung tertawa keras dengan suaranya yang nyaring. Begitu kerasnya ia tertawa sampai menimbulkan getaran-getaran di dada orang yang mendengarnya.
Sebaliknya para penonton yang melihat Watu Gunung bersikap demikian, seketika tubuhnya menjadi gemetar. Sebab dengan demikian Watu Gunung sudah menemukan suatu kepastian bahwa dalam waktu singkat ia pasti akan dapat menghancurkan lawannya. Dan, biasanya dipegangnya kedua kaki lawannya itu, diputar di udara, dan dengan sekali tetak dihantamkan pada pohon sawo di tepi arena itu sehingga kepalanya menjadi pecah berserakan.
Melihat hal itu, Ki Asem Gede ikut menjadi cemas. Ia melihat nyata-nyata bahwa pukulan Mahesa Jenar tepat mengenai dada, tetapi pukulan itu tak mengakibatkan apa-apa. Tetapi melihat ketenangan Mahesa Jenar, Ki Asem Gedepun menjadi agak tenang pula. Satu kesalahan dari Watu Gunung dan para penonton pertarungan itu adalah bahwa mereka tidak menyadari kalau pukulan Mahesa Jenar itu hanya mempergunakan sebagian kecil dari seluruh kekuatannya. Dengan melihat akibat dari pukulan percobaan itu, Mahesa Jenar dapat mengukur bahwa kalau ia mempergunakan tigaperempat saja dari kekuatannya, dada Watu Gunung itu sudah pasti akan rontok.
Ketika suara tertawa dari Watu Gunung makin menurun, para penonton pun menjadi  semakin gelisah. Sebab, demikian suara itu berhenti, demikian Watu Gunung akan menyerang dengan dahsyatnya tanpa menghiraukan hantaman lawan. Dan biasanya pada waktu yang singkat ia telah berhasil meringkus kaki lawan itu dan membenturkan kepalanya di pohon sawo.
Berbeda dengan semua pikiran-pikiran itu, tiba-tiba Mahesa Jenar mendapat kesan yang aneh dari suara tertawa itu. Ia jadi terkenang pada suatu peristiwa yang sangat memalukan dan hampir-hampir menjatuhkan namanya. Peristiwa itu terjadi beberapa waktu yang lalu ketika ia masih menjabat sebagai perwira pasukan pengawal raja.

Bersambung....... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mau mampir...

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.