Jumat, 07 Desember 2012

NAGASASRA SABUK INTEN (030)

Oleh SH Mintarja


Mahesa Jenar dengan acuh tak acuh menjawab, Selamat pagi Watu Gunung, aku sengaja tidak mandi, sebab aku takut kalau airmu memperlemah semangatku, sehingga aku tak dapat melayani permainanmu dengan baik.
Melihat Mahesa Jenar, beberapa orang mulai menilai-nilai. Memang agak aneh bagi mereka. Begitu tenang dan sama sekali tidak gugup. Dipandang dari segi ketegapan tubuhnya, ternyata Watu Gunung lebih tinggi sedikit dari lawannya, serta otot-ototnya tampak lebih kuat. Umurnya pun tampaknya tak terpaut banyak.
Orang-orang yang sedang sibuk menilai itu menjadi bingung. Mereka sama sekali tak menemukan satu hal pun dari Mahesa Jenar yang dapat melebihi lawannya. Tingginya, besarnya, otot-ototnya dan segalanya. Tetapi ketika mereka memandang matanya seakan-akan mereka menjadi yakin kalau Mahesa Jenar akan memenangkan pertarungan ini. Mereka sama sekali tak sampai pada pikiran bahwa mata yang terang-cemerlang itu memancarkan suatu kebesaran pribadi yang tak ada bandingnya.

Hal ini rupanya dirasakan juga oleh Samparan dan kawan-kawannya, sehingga ketika Watu Gunung bertemu pandang dengan Mahesa Jenar, hatinya berdegup.
Untuk menutupi kerisauan hatinya, Watu Gunung berteriak, Kakang Samparan, senjata apa yang pantas aku pakai?
Samparan yang tak mengira akan mendapat pertanyaan itu dengan sekenanya saja menjawab, Apa yang kau pilih! Kembali Watu Gunung jadi kebingungan, dan untuk mengatasinya, ia ingin mencari jawab pada lawannya dan sekaligus untuk lebih merapati kegelisahannya. Mahesa Jenar, senjata apakah yang kau ingin pakai?
Mahesa Jenar merenung sebentar, kemudian jawabannya makin menjadikan Watu Gunung kebingungan. Watu Gunung... senjata adalah barang yang berbahaya. Sedang permainan ini hanya sekadar untuk menentukan pihak manakah yang dibenarkan Tuhan. Karena itu aku menganggap bahwa aku tak ingin mempergunakan senjata.
Watu Gunung menjadi semakin keripuhan, apalagi ketika Mahesa Jenar menyambung, Tetapi meskipun demikian, kalau kau ingin mempergunakan senjata, kalau itu sudah menjadi kebiasaanmu, aku sama sekali tak keberatan, sedangkan bagiku sendiri senjata itu hanya akan merepotkan saja.
Muka Watu Gunung menjadi merah seperti darah. Malu dan marah bercampur aduk. Belum pernah ia direndahkan sedemikian. Dan sekarang orang yang tak bernama itu berani berbuat demikian. Maka dengan suara lantang penuh kesombongan dan kemarahan, ia menjawab,
Aku bukanlah bangsa pengecut yang hanya berani bermain dengan senjata. Kalau aku bertanya tentang senjata itu maksudku sudah tegas, berkelahi sampai salah satu diantara kita mati. Tetapi kalau kau takut melihat tajamnya senjata, baiklah aku juga tidak akan bersenjata, sebab dengan tanganku ini aku akan dapat mematahkan lehermu.
Orang yang mendengar ucapan ini bulunya berdiri. Watu Gunung sudah terkenal kehebatannya dan kekejamannya. Apalagi ia sekarang dikendalikan oleh kemarahan yang besar. Tetapi hal itu bagi Mahesa Jenar adalah suatu keuntungan. Sebab dengan kemarahan itu Watu Gunung akan kehilangan sebagian dari pengamatan dirinya.
Sementara itu Watu Gunung sudah berteriak, Mahesa Jenar marilah kita mulai.
Mahesa Jenar segera mempersiapkan diri. Ia tidak mau dikenai oleh serangan yang pertama kali dan digerakkan oleh hawa kemarahan, yang tentu akan menambah kekuatan lawannya.
Dan apa yang diduga oleh Mahesa Jenar adalah benar. Belum lagi mulutnya terkatub rapat, Watu Gunung sudah meloncat maju dan langsung menyerang ulu hati Mahesa Jenar. Serangan itu begitu garang nampaknya seperti harimau menerkam mangsanya.
Orang-orang yang menyaksikan pertarungan itu, darahnya sudah tersirat sampai ke kepala. Tetapi Mahesa Jenar yang sudah bersiaga, cepat menarik kaki kirinya ke belakang dan memutar sedikit tubuhnya, sehingga pukulan itu tak mengenai sasarannya. Gagal dari serangan pertama ini Watu Gunung menyerang pula dengan kakinya ke arah perut Mahesa Jenar, tetapi juga seperti serangannya yang pertama. Serangan ini pun dengan mudahnya dapat dihindarkan

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mau mampir...

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.