Mahesa
Jenar dengan acuh tak acuh menjawab, Selamat pagi Watu Gunung, aku sengaja
tidak mandi, sebab aku takut kalau airmu memperlemah semangatku, sehingga aku
tak dapat melayani permainanmu dengan baik.
Melihat
Mahesa Jenar, beberapa orang mulai menilai-nilai. Memang agak aneh bagi mereka.
Begitu tenang dan sama sekali tidak gugup. Dipandang dari segi ketegapan
tubuhnya, ternyata Watu Gunung lebih tinggi sedikit dari lawannya, serta
otot-ototnya tampak lebih kuat. Umurnya pun tampaknya tak terpaut banyak.
Orang-orang
yang sedang sibuk menilai itu menjadi bingung. Mereka sama sekali tak menemukan
satu hal pun dari Mahesa Jenar yang dapat melebihi lawannya. Tingginya,
besarnya, otot-ototnya dan segalanya. Tetapi ketika mereka memandang matanya
seakan-akan mereka menjadi yakin kalau Mahesa Jenar akan memenangkan
pertarungan ini. Mereka sama sekali tak sampai pada pikiran bahwa mata yang
terang-cemerlang itu memancarkan suatu kebesaran pribadi yang tak ada
bandingnya.
Hal
ini rupanya dirasakan juga oleh Samparan dan kawan-kawannya, sehingga ketika
Watu Gunung bertemu pandang dengan Mahesa Jenar, hatinya berdegup.
Untuk
menutupi kerisauan hatinya, Watu Gunung berteriak, Kakang Samparan, senjata apa
yang pantas aku pakai?
Samparan
yang tak mengira akan mendapat pertanyaan itu dengan sekenanya saja menjawab,
Apa yang kau pilih! Kembali Watu Gunung jadi kebingungan, dan untuk
mengatasinya, ia ingin mencari jawab pada lawannya dan sekaligus untuk lebih
merapati kegelisahannya. Mahesa Jenar, senjata apakah yang kau ingin pakai?
Mahesa
Jenar merenung sebentar, kemudian jawabannya makin menjadikan Watu Gunung
kebingungan. Watu Gunung... senjata adalah barang yang berbahaya. Sedang
permainan ini hanya sekadar untuk menentukan pihak manakah yang dibenarkan
Tuhan. Karena itu aku menganggap bahwa aku tak ingin mempergunakan senjata.
Watu
Gunung menjadi semakin keripuhan, apalagi ketika Mahesa Jenar menyambung,
Tetapi meskipun demikian, kalau kau ingin mempergunakan senjata, kalau itu
sudah menjadi kebiasaanmu, aku sama sekali tak keberatan, sedangkan bagiku
sendiri senjata itu hanya akan merepotkan saja.
Muka
Watu Gunung menjadi merah seperti darah. Malu dan marah bercampur aduk. Belum
pernah ia direndahkan sedemikian. Dan sekarang orang yang tak bernama itu
berani berbuat demikian. Maka dengan suara lantang penuh kesombongan dan kemarahan,
ia menjawab,
Aku
bukanlah bangsa pengecut yang hanya berani bermain dengan senjata. Kalau aku
bertanya tentang senjata itu maksudku sudah tegas, berkelahi sampai salah satu
diantara kita mati. Tetapi kalau kau takut melihat tajamnya senjata, baiklah
aku juga tidak akan bersenjata, sebab dengan tanganku ini aku akan dapat
mematahkan lehermu.
Orang
yang mendengar ucapan ini bulunya berdiri. Watu Gunung sudah terkenal
kehebatannya dan kekejamannya. Apalagi ia sekarang dikendalikan oleh kemarahan
yang besar. Tetapi hal itu bagi Mahesa Jenar adalah suatu keuntungan. Sebab
dengan kemarahan itu Watu Gunung akan kehilangan sebagian dari pengamatan
dirinya.
Sementara
itu Watu Gunung sudah berteriak, Mahesa Jenar marilah kita mulai.
Mahesa Jenar segera mempersiapkan diri. Ia tidak mau dikenai oleh serangan yang pertama kali dan digerakkan oleh hawa kemarahan, yang tentu akan menambah kekuatan lawannya.
Mahesa Jenar segera mempersiapkan diri. Ia tidak mau dikenai oleh serangan yang pertama kali dan digerakkan oleh hawa kemarahan, yang tentu akan menambah kekuatan lawannya.
Dan
apa yang diduga oleh Mahesa Jenar adalah benar. Belum lagi mulutnya terkatub
rapat, Watu Gunung sudah meloncat maju dan langsung menyerang ulu hati Mahesa
Jenar. Serangan itu begitu garang nampaknya seperti harimau menerkam mangsanya.
Orang-orang yang menyaksikan pertarungan itu,
darahnya sudah tersirat sampai ke kepala. Tetapi Mahesa Jenar yang sudah bersiaga,
cepat menarik kaki kirinya ke belakang dan memutar sedikit tubuhnya, sehingga
pukulan itu tak mengenai sasarannya. Gagal dari serangan pertama ini Watu
Gunung menyerang pula dengan kakinya ke arah perut Mahesa Jenar, tetapi juga
seperti serangannya yang pertama. Serangan ini pun dengan mudahnya dapat
dihindarkanBersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mau mampir...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.