Watu
Gunung berperawakan tinggi gagah, bertubuh kekar, dan sebenarnya ia agak tampan
juga. Kalau ia sejak semula menjadi orang baik-baik, mungkin ia juga akan
mendapatkan istri yang cantik. Tetapi sekarang, hampir semua perempuan menjadi
pingsan kalau mendengar nama Watu Gunung disebut orang.
Sekarang,
sambil menunggu siang, sebaiknya tamu-tamu ini kami persilahkan beristirahat di
gandok sebelah timur. Adi Wisuda, tolong antarkanlah tamu kita ke sana, kata
Samparan. Orang yang dipanggil Wisuda, salah seorang dari lima orang itu,
segera mempersilahkan Ki Asem Gede dan Mahesa Jenar untuk mengikutinya ke
gandok sebelah timur. Di sana, mereka berdua ditinggalkan untuk beristirahat.
Ki
Asem Gede terpaksa menggeleng-gelengkan kepala, ketika dilihatnya Mahesa Jenar
segera merebahkan dirinya di amben.
Ki Asem Gede, semalaman aku tidak tidur, dan
pagi-pagi benar aku sudah harus berpacu kuda dengan Ki Asem Gede, maka
sebaiknya aku tidur sebentar agar aku nanti dapat melayani Watu Gunung itu
dengan sedikit ada kegembiraan, kata Mahesa Jenar.
Sesudah
berdiam diri sebentar, terdengarlah segera nafas Mahesa Jenar mengalir secara
teratur. Ia sudah tertidur.
Ki
Asem Gede heran bukan main. Sebentar lagi ia harus mengadu tenaga antara hidup
dan mati melawan seorang yang termasuk mempunyai kehebatan dalam tata pertarungan.
Tetapi sekarang, dengan enaknya ia tidur mendekur.
Ketika
hal itu direnungkan dalam-dalam, ternyata Mahesa Jenar sama sekali tak
memandang remeh calon lawannya. Dengan beristirahat, meskipun hanya sebentar,
ia akan dapat memulihkan tenaganya, sehingga dengan demikian ia akan dapat
bertanding dengan baik. Mendapat pikiran yang demikian ia pun merasa bahwa
dirinya juga perlu mengaso, siapa tahu tenaganya nanti diperlukan. Ternyata
hatinya tidak setenang Mahesa Jenar. Ia tetap kuatir akan nasib anak
satu-satunya itu, dan ia juga khawatir kalau Samparan dan kawan-kawannya
berbuat curang. Karena itu ia hanya berbaring. Matanya sama sekali tak dapat
dipejamkan.
Pada
saat itu sinar mahatari pagi telah mulai masuk menyusup lubang-lubang dinding
meskipun masih condong sekali. Sekali dua kali telah terdengar suara gerobag
lewat di jalan di depan rumah itu. Dan di halaman telah sibuk beberapa orang
mengatur arena untuk bertanding siang nanti. Beberapa orang yang lewat, ketika
melihat beberapa tonggak ditancapkan dan tali-tali direntangkan, mereka tahu
bahwa akan ada pertandingan lagi di halaman rumah Samparan yang juga dikenal
sebagai rumah setan.
Sebenarnya
tak seorang pun yang ingin dekat dengan rumah serta penghuninya itu, sebab
mereka takut kalau entah harta kekayaannya, entah ternaknya, dan yang ditakuti
adalah kalau istri atau gadisnya dikehendaki oleh iblis-iblis itu. Tetapi di
samping itu mereka juga ingin melihat tiap-tiap pertarungan yang memang sering
diadakan di halaman itu, dengan mengharap-harap sekali waktu ada orang yang
dapat mengalahkan, syukur mengubur kelima iblis penghuni rumah itu. Tetapi
sampai sekarang, kalau ada orang yang menuntut istri atau anaknya, dan terpaksa
melewati pertandingan di arena itu, tentu dibinasakan dengan kejamnya. Sedang
istri atau anak mereka, malahan menjadi barang taruhan yang makin tak berharga.
Demang
Pucangan sendiri tak dapat mengatasinya. Dan tak seorangpun berani melaporkan
kepada atasan yang berwenang. Sebab dengan perbuatannya itu nyawanya jadi
terancam. Kembali kali ini akan ada sebuah pertandingan. Orang sudah menduga
bahwa hal ini tentu berhubungan dengan hilangnya Nyi Wirasaba. Tetapi siapakah
yang akan memasuki arena?. Ayahnya, Ki Asem Gedekah? Atau salah seorang
muridnya? Atau siapa?
Sementara itu Mahesa Jenar masih enak-enak
tidur. Berbareng matahari semakin tinggi, Ki Asem Gede semakin gelisah. Adalah
di luar dugaannya kalau pada saat itu salah seorang pelayan Samparan masuk ke
gandok itu dengan membawa hidangan minuman dan makanan. Rupanya mereka akan
menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang baik hati, serta perbuatannya itu
betul-betul untuk kepentingan penduduk setempat.
Bersambung..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mau mampir...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.