Segera
terjadi dua kancah pertarungan yang dahsyat. Mahesa Jenar melawan Lawa Ijo, dan
Gajah Alit melawan tiga orang pengikut Lawa Ijo. Mungkin karena Lawa Ijo telah
berhasil dilukainya lebih dahulu, maka pertempuran antara Mahesa Jenar dan Lawa
ijo yang namanya terkenal ke segala pelosok dan ditakuti oleh siapapun,
berhadapan dengan Mahesa Jenar tak dapat berbuat banyak. Sekali dua kali memang
ia bisa mengenai tubuh Mahesa Jenar, tetapi sebaliknya Mahesa Jenar telah
mengenainya dua kali lipat. Karena tangan kanannya terluka, Mahesa Jenar
memusatkan serangannya pada kecepatan gerak kakinya. Dan ternyata ini berbahaya
sekali bagi Lawa Ijo. Pada suatu kali Lawa Ijo dengan dahsyatnya menyerang arah
tenggorokan Mahesa Jenar dengan dua buah jarinya yang dirapatkan. Cepat-cepat
Mahesa Jenar menghindar dengan menarik tubuhnya sedikit ke samping. Tetapi
secepat kilat Lawa Ijo mengubah serangannya dengan suatu tendangan ke arah ulu
hati Mahesa Jenar.
Serangan
itu datangnya cepat sekali, sehingga hanya dengan gerakan yang kecepatannya tak
dapat dilihat, Mahesa Jenar berhasil menangkis serangan itu dan dengan
tangannya mendorong kaki itu ke dalam. Dorongan itu begitu kuatnya sehingga
Lawa Ijo terputar setengah lingkaran. Maka kembali Mahesa Jenar mempergunakan
kesempatan ini. Belum lagi kaki Lawa Ijo itu menjejak tanah, Mahesa Jenar telah
memberikan suatu tendangan dan dengan tumitnya ia mengenai lambung lawannya.
Kembali
Lawa Ijo terlompat beberapa langkah. Karena dada Lawa Ijo memang sudah terluka,
maka pukulan ini rasanya jauh lebih hebat dari serangan yang pertama, sehingga
Lawa Ijo terlompat ke belakang. Mahesa Jenar yang akan memburunya, terpaksa
segera menghentikan geraknya.
Seleret
sinar putih terbang menyambar dadanya. Secepat kilat ia miringkan tubuhnya, dan
sinar putih itu lari hanya berjarak setebal daun dari dadanya, mengenai dinding
balai perbendaharaan dan langsung menancap di sana hampir sampai ke tangkainya.
Ternyata
benda itu adalah sebilah pisau yang pada tangkainya diikatkan secarik kain yang
bergambar seekor kelelawar hijau dengan kepala serigala. Melihat pisau itu
tertancap begitu dalam, hati Mahesa Jenar tersirap juga. Kalau saja pisau itu
menancap di dadanya, entahlah apa jadinya.
Sementara
itu terjadilah suatu hal di luar dugaan. Setelah melemparkan pisaunya, segera
Lawa Ijo meloncat ke belakang dan secepat kilat ia melarikan diri. Mahesa Jenar
tentu saja tak membiarkan Lawa Ijo lari, sehingga ia segera mengejarnya.
Tetapi di luar dugaannya pula, kedua orang yang turut mengeroyok Gajah Alit
segera meninggalkannya dan menghadangnya.
Mereka
sekarang sudah memegang senjata di tangan masing-masing. Sebuah belati panjang.
Mahesa Jenar menjadi jengkel sekali. Sedianya ia sama sekali tak ingin melayani
orang itu, supaya tidak kehilangan Lawa Ijo. Tetapi kedua orang itu nekad
menyerang Mahesa Jenar. Terpaksa Mahesa Jenar berhenti untuk melayani kedua
orang itu. Baik Mahesa Jenar maupun Gajah Alit mengerti akan maksud kedua
pembantu Lawa Ijo itu, yaitu untuk memberi kesempatan kepada pemimpinnya supaya
dapat meloloskan diri.
Karena
itu Gajah Alit pun berusaha untuk menghindari pertarungan dengan lawannya yang
tinggal seorang itu untuk dapat mengejar Lawa Ijo. Tetapi lawannya itu pun
sudah seperti orang kemasukan setan. Maka akhirnya Mahesa Jenar dan Gajah Alit
mengambil keputusan untuk menyelesaikan lawan masing-masing, baru berusaha
menangkap Lawa Ijo.
Tetapi
belum lagi mereka berhasil menyelesaikan pertempuran itu, Lawa Ijo telah
meloncat ke atas dinding halaman. Kemudian kembali terdengar suara tertawa itu,
suara tertawa yang menusuk-nusuk hati begitu pedihnya seperti suara rintihan
hantu kubur. Dengan cepat tertawanya itu makin lama makin terdengar jauh dan lemah.
Menyaksikan
hilangnya Lawa Ijo di depan matanya, Mahesa jenar dan Gajah Alit menjadi gusar
bukan kepalang. Dan sekarang kegusarannya itu hanya dapat ditumpahkan
kepada lawannya yang ketika itu juga sudah berusaha untuk melarikan diri. Maka
dengan kekuatan penuh, Mahesa Jenar segera menghantam lawannya. Pisau yang
dipegang oleh kedua orang itu sama sekali tak berarti. Pukulan Mahesa Jenar
melayang mengenai kepala salah seorang di antaranya, sehingga terdengar suatu
jerit ngeri. Disusul teriakan keras dari yang seorang lagi karena tulang-tulang
rusuknya rontok disambar kaki Mahesa Jenar. Maka seperti batang pisang keduanya
roboh di tanah dan tak bergerak-gerak lagi.
Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mau mampir...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.