Senin, 03 Desember 2012

NAGASASRA SABUK INTEN (026)

Oleh SH Mintarja


Bukankah telah kau katakan bahwa putusanmu itu atas  persetujuan penduduk di daerah ini? Bukankah dengan demikian hal itu sudah menjadi persoalan umum?
Samparan kembali merenung. Tampak ia berpikir untuk mengatasi usul Ki Asem Gede itu.  Kalau sampai terjadi ada semacam pengadilan bagi persoalan ini, dimana dapat hadir saksi-saksi, maka terang hal ini tidak menguntungkan pihaknya. Tetapi akhirnya ia ketemukan juga suatu  cara  untuk  mengatasinya.
“Ki Asem Gede, kami adalah bangsa yang mengenal keadilan. Kenapa kami keberatan kalau diadakan pembelaan? Tetapi karena kekuasaan tertinggi dalam persoalan ini adalah di tangan kami, maka kamilah yang menentukan cara pembelaan itu.”
“Bagaimana caranya?” Dalam kesulitan ini Ki Asem Gede hanya dapat mengharap suatu perkembangan persoalan yang dapat menguntungkan dirinya.
Samparan menarik alisnya tinggi-tinggi, kemudian menjawab, “Keadilan yang tertinggi terletak di tangan takdir. Karena itu pembelaan dalam persoalan ini pun sudah seharusnya kalau didasarkan atas hal itu. Tegasnya, pembelaan itu hanya dapat dilakukan dengan sebuah pertarungan. Kau boleh memilih seorang pembela, atau barangkali kau sendiri? Sedang di pihak kami pun akan ada seorang yang harus mempertahankan keputusan  kami itu. Nah, kemudian segala sesuatu terserah pada kehendak takdir.”  Kemudian Samparan menarik nafas panjang-panjang. Ia yakin kalau pihaknya pasti akan menang. Sebab bagaimana hebatnya Ki Asem Gede, tetapi karena umurnya yang sudah lanjut itu, tentu tidak akan berbahaya lagi.  “Setan...,
” dengus Ki Asem Gede. Tetapi meskipun demikian ia masih berusaha untuk mendapat suatu kesempatan. “Bagus..., aku terima cara itu. Sekarang aku minta ditetapkan waktu. Minggu depan barangkali?” Samparan jadi tertawa terbahak-bahak. Ia menangkap maksud Ki Asem Gede. “Kau memang licik sekali. Kau mengharap bahwa kau dapat mencari bantuan orang lain. Atau dalam kesempatan itu kau dapat membebaskan anakmu. Nah Ki Asem Gede... supaya persoalan ini tidak berlarut-larut, aku tetapkan hari pertarungan ini adalah hari ini. Bukankah fajar sudah datang?” Seperti disengat ribuan lebah, Ki Asem Gede mendengar putusan Samparan itu. Bahwa setan itu betul-betul licik, kini telah terbukti. Dan ia sesali ketergesa-gesaannya tadi. Kalau saja ia tadi membicarakan soal ini dengan sahabat-sahabatnya.
 Ki Asem Gede sendiri bukan berarti takut menghadapi persoalan itu, meskipun misalnya ia harus menyerahkan nyawanya. Tetapi taruhannya terlalu besar. Kalau ia kalah, berarti kekalahan itu berlipat dua, sedangkan ia sendiri sadar bahwa tenaganya sudah mulai surut. Apalagi menghadapi iblis-iblis yang segar dan sedang tumbuh.
Kembali Ki Asem Gede menyesali dirinya. Biasanya ia berlaku tenang. Tetapi menghadapi persoalan satu-satunya anak yang diharapkan dapat melanjutkan namanya, ia jadi kehilangan ketenangan itu.  Tetapi pada saat ia sedang kebingungan, tiba-tiba terdengarlah suatu suara yang berat, dan mengandung pengaruh yang luar biasa.
 “Ki Asem Gede akan menerima ketetapan hari itu. Dan Ki Asem Gede akan menunjuk aku sebagai pembelanya.”  Mendengar suara itu, semua yang berada di dalam ruangan segera memandang ke arah pintu di mana berdiri seorang dengan sikap yang tenang meyakinkan. Itulah Mahesa Jenar. Melihat kehadiran Mahesa Jenar tanpa diduga-duga itu, Ki Asem Gede menjadi girang bukan kepalang, sampai hampir-hampir ia berteriak. Cepat-cepat ia melangkah mendekati dan menggoyang-goyangkan tangan sahabatnya yang baru saja dikenalnya itu.
Sementara itu kelima orang penghuni rumah itu memandang dengan heran dan mencoba menebak-nebak. Siapakah gerangan orang yang begitu besar kepala sehingga berani menawarkan diri untuk membela anak Ki Asem Gede itu? Sedang wajah orang itu belum pernah dikenalnya.  Siapakah dia? tanya Samparan kemudian.
 Hampir saja Ki Asem Gede menyebut gelar Rangga Tohjaya untuk sekaligus menakut-nakuti kelima orang itu. Tetapi melihat gelagat itu, segera Mahesa Jenar mendahului, Aku adalah Mahesa Jenar, sahabat Ki Asem Gede.

Bersambung..... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mau mampir...

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.