Bukankah
telah kau katakan bahwa putusanmu itu atas persetujuan penduduk di daerah
ini? Bukankah dengan demikian hal itu sudah menjadi persoalan umum?
Samparan
kembali merenung. Tampak ia berpikir untuk mengatasi usul Ki Asem Gede
itu. Kalau sampai terjadi ada semacam pengadilan bagi persoalan ini,
dimana dapat hadir saksi-saksi, maka terang hal ini tidak menguntungkan
pihaknya. Tetapi akhirnya ia ketemukan juga suatu cara untuk
mengatasinya.
“Ki
Asem Gede, kami adalah bangsa yang mengenal keadilan. Kenapa kami keberatan
kalau diadakan pembelaan? Tetapi karena kekuasaan tertinggi dalam persoalan ini
adalah di tangan kami, maka kamilah yang menentukan cara pembelaan itu.”
“Bagaimana
caranya?” Dalam kesulitan ini Ki Asem Gede hanya dapat mengharap suatu
perkembangan persoalan yang dapat menguntungkan dirinya.
Samparan
menarik alisnya tinggi-tinggi, kemudian menjawab, “Keadilan yang tertinggi
terletak di tangan takdir. Karena itu pembelaan dalam persoalan ini pun sudah
seharusnya kalau didasarkan atas hal itu. Tegasnya, pembelaan itu hanya dapat
dilakukan dengan sebuah pertarungan. Kau boleh memilih seorang pembela, atau
barangkali kau sendiri? Sedang di pihak kami pun akan ada seorang yang harus
mempertahankan keputusan kami itu. Nah, kemudian segala sesuatu terserah
pada kehendak takdir.” Kemudian Samparan
menarik nafas panjang-panjang. Ia yakin kalau pihaknya pasti akan menang. Sebab
bagaimana hebatnya Ki Asem Gede, tetapi karena umurnya yang sudah lanjut itu,
tentu tidak akan berbahaya lagi.
“Setan...,
” dengus Ki Asem Gede. Tetapi meskipun demikian ia masih
berusaha untuk mendapat suatu kesempatan. “Bagus..., aku terima cara itu.
Sekarang aku minta ditetapkan waktu. Minggu depan barangkali?” Samparan jadi
tertawa terbahak-bahak. Ia menangkap maksud Ki Asem Gede. “Kau memang licik
sekali. Kau mengharap bahwa kau dapat mencari bantuan orang lain. Atau dalam
kesempatan itu kau dapat membebaskan anakmu. Nah Ki Asem Gede... supaya
persoalan ini tidak berlarut-larut, aku tetapkan hari pertarungan ini adalah
hari ini. Bukankah fajar sudah datang?” Seperti disengat ribuan lebah, Ki Asem
Gede mendengar putusan Samparan itu. Bahwa setan itu betul-betul licik, kini
telah terbukti. Dan ia sesali ketergesa-gesaannya tadi. Kalau saja ia tadi
membicarakan soal ini dengan sahabat-sahabatnya.
Ki Asem Gede sendiri bukan berarti takut
menghadapi persoalan itu, meskipun misalnya ia harus menyerahkan nyawanya.
Tetapi taruhannya terlalu besar. Kalau ia kalah, berarti kekalahan itu berlipat
dua, sedangkan ia sendiri sadar bahwa tenaganya sudah mulai surut. Apalagi
menghadapi iblis-iblis yang segar dan sedang tumbuh.
Kembali
Ki Asem Gede menyesali dirinya. Biasanya ia berlaku tenang. Tetapi menghadapi
persoalan satu-satunya anak yang diharapkan dapat melanjutkan namanya, ia jadi
kehilangan ketenangan itu. Tetapi pada
saat ia sedang kebingungan, tiba-tiba terdengarlah suatu suara yang berat, dan
mengandung pengaruh yang luar biasa.
“Ki Asem Gede akan menerima ketetapan hari
itu. Dan Ki Asem Gede akan menunjuk aku sebagai pembelanya.” Mendengar suara itu, semua yang berada di
dalam ruangan segera memandang ke arah pintu di mana berdiri seorang dengan
sikap yang tenang meyakinkan. Itulah Mahesa Jenar. Melihat kehadiran Mahesa
Jenar tanpa diduga-duga itu, Ki Asem Gede menjadi girang bukan kepalang, sampai
hampir-hampir ia berteriak. Cepat-cepat ia melangkah mendekati dan
menggoyang-goyangkan tangan sahabatnya yang baru saja dikenalnya itu.
Sementara
itu kelima orang penghuni rumah itu memandang dengan heran dan mencoba
menebak-nebak. Siapakah gerangan orang yang begitu besar kepala sehingga berani
menawarkan diri untuk membela anak Ki Asem Gede itu? Sedang wajah orang itu
belum pernah dikenalnya. Siapakah dia?
tanya Samparan kemudian.
Hampir saja Ki Asem Gede menyebut gelar Rangga
Tohjaya untuk sekaligus menakut-nakuti kelima orang itu. Tetapi melihat gelagat
itu, segera Mahesa Jenar mendahului, Aku adalah Mahesa Jenar, sahabat Ki Asem
Gede.
Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mau mampir...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.