Pada
malam yang kelam itu Mahesa Jenar mulai dengan perjalanannya dari rumah
almarhum kakak seperguruannya, Ki Kebo Kenanga di Pengging. Ia sengaja
menghindarkan diri dari pengamatan orang. Mula-mula Mahesa Jenar berjalan ke
arah selatan dengan menanggalkan pakaian keprajuritan, dan kemudian membelok ke
arah matahari terbenam.
Setelah
beberapa hari berjalan, sampailah Mahesa Jenar di suatu perbukitan yang
terkenal sebagai bekas kerajaan seorang raksasa bernama Prabu Baka, sehingga
perbukitan itu kemudian dikenal dengan nama Pegunungan Baka. Salah satu puncak
dari perbukitan ini, yang bernama Gunung Ijo, adalah daerah yang sering
dikunjungi orang untuk menyepi. Di sinilah dahulu Prabu Baka bertapa sampai
diketemukan seorang gadis yang tersesat ke puncak Gunung Ijo itu.
Mula-mula gadis itu akan dimakannya, tetapi niat itu
diurungkan karena pesona kecantikannya. Bahkan gadis itu kemudian diambilnya
menjadi permaisuri, ketika ia kemudian dapat menguasai kerajaan Prambanan. Gadis
cantik itulah yang kemudian dikenal dengan nama Roro Jonggrang. Dan karena
kecantikannya pula Roro Jonggrang oleh Bandung Bandawasa, yang juga ingin memperistrinya
setelah berhasil membunuh Prabu Baka, disumpah menjadi patung batu. Candi
tempat patung itu lah yang kemudian terkenal dengan nama Candi Jonggrang.
Tetapi pada saat Mahesa Jenar menginjakkan kakinya di
puncak bukit itu terasalah sesuatu yang tak wajar. Beberapa waktu yang lalu ia
pernah mengunjungi daerah ini. Tetapi sekarang alangkah bedanya. Tempat ini
tidak lagi sebersih beberapa waktu berselang. Rumput-rumput liar tumbuh di
sana-sini.
Dan yang lebih mengejutkannya lagi, adalah ketika dilihatnya
kerangka manusia. Melihat kerangka manusia itu hati Mahesa Jenar menjadi
tidak enak. Ia menjadi sangat berhati-hati karenanya. Tetapi ia menjadi
tertarik untuk mengetahui keadaan di sekitar tempat itu. Ia menjadi semakin
tertarik lagi ketika dilihatnya tidak jauh dari tempat itu terdapat beberapa
macam benda alat minum dan batu-batu yang diatur sebagai sebuah tempat
pemujaan. Dan di atasnya terdapat pula sebuah kerangka manusia.
Mahesa Jenar pernah belajar dalam pelajaran tata
berkelahi mengenai beberapa hal tentang tubuh manusia. Itulah sebabnya maka ia
dapat menduga bahwa rangka-rangka itu adalah rangka perempuan yang tidak tampak
adanya tanda-tanda penganiayaan.
Cepat ia dapat menebak, bahwa beberapa waktu berselang
telah terjadi suatu upacara aneh di atas bukit ini. Tetapi ia tidak tahu macam
upacara itu.
Untuk mengetahui hal itu, ia mengharap mendapat
keterangan dari penduduk sekitarnya. Tetapi Mahesa Jenar menjadi kecewa ketika
ia melayangkan pandangannya ke sekitar bukit itu. Tadi ia sama sekali tidak
memperhatikan bahwa tanah-tanah pategalan telah berubah menjadi belukar.
Agaknya sudah beberapa waktu tanah-tanah itu tidak lagi digarap.
Bersambung.......
Bersambung.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mau mampir...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.