Oleh SH Mintarja
Peristiwa
semacam ini telah berulang kali terjadi, biasanya dilakukan terhadap para
penjahat atau terhadap mereka yang melanggar adat. Tetapi sekali ini,
orang-orang kademangan itu merasakan adanya suatu perbedaan dengan
kejadian-kejadian yang pernah terjadi.
“Jawab setiap pertanyaanku dengan betul,”
perintah Gagak Ijo dengan garangnya. Matanya menjadi berapi-api dan mulutnya
komat-kamit. “Siapa namamu?” Pertanyaan yang pertama ini mengejutkan Mahesa
Jenar. Ia tidak menduga bahwa dari mulut orang itu akan keluar pertanyaan yang
demikian. Maka untuk pertanyaan yang pertama ini Mahesa Jenar menjawab dengan
tenangnya. “Namaku Mahesa Jenar.” rupa-rupanya ketenangannya ini sangat
mengagumkan orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu. Tidak pernah ada
seorang pun yang dapat bertindak setenang
itu menghadapi Gagak Ijo, apalagi Baureksa.
itu menghadapi Gagak Ijo, apalagi Baureksa.
“Bagus...” dengus Gagak Ijo. “Nama yang bagus.
Mengenal namamu adalah perlu sekali bagiku. Kalau terpaksa tanganku membunuhmu.
Orang-orang sudah tahu bahwa kau bernama Mahesa Jenar.”
Gagak
Ijo lalu mengangguk-angguk dengan sikap yang sombong sekali. Memang, ia
mempunyai kebiasaan untuk tidak segera bertindak. Ia senang melihat korbannya
ketakutan dan bahkan pernah ada yang sampai terjatuh di tempat. Tetapi kali ini
ia merasa aneh, Mahesa Jenar tenang bukan kepalang. Dan ini sangat
menjengkelkannya.
“Kau
sudah dengar perintah kakang Baureksa? Apa yang harus kau katakan, sekarang
katakanlah.” “Tak ada yang akan aku katakan,” jawab Mahesa Jenar.
Gagak
Ijo terkejut mendengar jawaban itu, sehingga membentak keras.
“Bicaralah! Lalu suaranya ditahan perlahan-lahan. “Bicaralah supaya aku tidak usah memaksamu.” Mahesa Jenar kemudian menjadi jemu melihat sikap Gagak Ijo yang sombong itu. Maka ia mengambil keputusan untuk cepat-cepat menyelesaikan pertunjukan yang membosankan itu, dengan membuat Gagak Ijo marah. “Baiklah aku berkata, bahwa rumahku adalah jauh sekali seperti yang sudah aku katakan kepada Bapak Demang tadi. Tetapi kedatanganku kemari sama sekali tidak akan menculik gadis-gadis. Aku datang kemari karena aku ingin menculik kau untuk menakuti gadis-gadis.
“Bicaralah! Lalu suaranya ditahan perlahan-lahan. “Bicaralah supaya aku tidak usah memaksamu.” Mahesa Jenar kemudian menjadi jemu melihat sikap Gagak Ijo yang sombong itu. Maka ia mengambil keputusan untuk cepat-cepat menyelesaikan pertunjukan yang membosankan itu, dengan membuat Gagak Ijo marah. “Baiklah aku berkata, bahwa rumahku adalah jauh sekali seperti yang sudah aku katakan kepada Bapak Demang tadi. Tetapi kedatanganku kemari sama sekali tidak akan menculik gadis-gadis. Aku datang kemari karena aku ingin menculik kau untuk menakuti gadis-gadis.
Mereka
yang mendengar jawaban itu terkejut bukan main. Alangkah beraninya orang asing
itu. Malahan akhirnya beberapa orang menjadi hampir-hampir tertawa, tetapi
ditahannya kuat-kuat, kecuali demang tua itu yang tampak tersenyum-senyum.
Sebaliknya Gagak Ijo menjadi marah bukan
kepalang. Mukanya menjadi merah menyala dan giginya gemeretak. Selama hidup ia
belum pernah dihinakan orang sampai sedemikian, apalagi di hadapan Demang dan
Baureksa. Maka ia tidak mau lagi berbicara, tetapi ia ingin menyobek mulut
Mahesa Jenar yang sudah menghinanya itu. Dengan gerak yang cepat ia meloncat
dan kedua tangannya menerkam wajah Mahesa Jenar.
Bersambung........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mau mampir...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.