Oleh SH Mintarja
Lalu
bagaimanakah sebaiknya Baureksa? tanya Demang tua itu. Sikap Baureksa semakin
garang. Ia merasa bahwa demangnya akan menyerahkan segala sesuatu kepadanya.
Orang itu harus berkata sebenarnya, katanya.
Kalau
tidak mau? pancing Demang itu. dipaksa! jawab Baureksa tegas-tegas. Dan jawaban
ini memang diharapkan sekali oleh demang tua itu. Bagus... terserah kepadamu.
Yang lain sebagai saksi atas apa yang terjadi, katanya.
Keadaan
berubah menjadi tegang. Tak seorangpun mengerti maksud dari kepala daerahnya
itu. Sebenarnya orang-orang itu sama sekali tak menghendaki kejadian-kejadian
semacam itu, sebab dalam pandangan mereka, Mahesa Jenar adalah orang yang sopan
dan baik.
Kalau
sekali Baureksa sudah bertindak, biasanya tak dapat dikendalikan lagi. Dan
orang yang diperiksanya biasanya kesehatannya tak dapat pulih kembali. Tetapi
tak seorang pun yang berani menghalang-halanginya sifat-sifatnya yang
mengerikan itu. Apalagi kalau orang itu benar-benar pegawai istana, maka apakah
kiranya yang akan terjadi?.
Berbeda
sekali dengan pikiran Baureksa.Ia menjadi gembira seperti anak-anak yang
mendapat mainan. Meskipun ia juga mempunyai otak, tetapi tidak dapat bekerja
dengan baik. Adatnya keras dan lekas marah. Apalagi setelah beberapa waktu yang
lalu, pada waktu terjadi huru hara, dan ia tidak mampu untuk mengatasinya. Maka
sekarang ia ingin mengembalikan kepercayaan rakyat atas kehebatannya dengan
menumpahkan segala dendamnya kepada orang asing itu. Tetapi untuk itu ia tidak
akan segera turun tangan sendiri. Ia ingin melihat dahulu sampai dimana
kekuatan barang mainannya. Sebab bagaimana tumpulnya otak Baureksa, namun ia
masih juga melihat suatu kemungkinan yang ada pada calon korbannya.
Sebaliknya
Mahesa Jenar mengeluh dalam hati. Cepat ia dapat menangkap maksud Demang tua
yang bijaksana itu dengan menangkap pandangan matanya.
Permainan
berbahaya. Demang tua itu sama sekali belum mengenal aku, sebaliknya aku pun
belum mengenal orang macam Baureksa itu, pikir Mahesa Jenar. Tetapi bagaimana
pun, Mahesa Jenar terpaksa melayaninya kalau ia tidak mau menjadi bulan-bulanan
celaka.
Gagak
Ijo...! tiba-tiba terdengar Baureksa berteriak keras-keras. Dan orang yang
dipanggilnya Gagak Ijo itu dengan gerak yang cekatan meloncat ke hadapan
Baureksa. Gagak Ijo yang nama sebenarnya adalah Jagareksa adalah seorang
pembantu, bahkan tangan kanan Baureksa. Kedua-duanya mempunyai sifat yang
hampir sama. Tubuhnya agak pendek bulat, sedang otot-ototnya menjorok keluar
membuat garis-garis yang sama jeleknya dengan garis-garis wajahnya. Suruh orang
itu bicara, perintah Baureksa. Bicara tentang apa Kakang? tanya Gagak Ijo.
Mendengar pertanyaan itu, Baureksa memaki keras-keras, Bodoh kau. Suruh dia
bicara, di mana rumahnya, di mana gerombolannya, dan suruh dia katakan kapan
gerombolannya akan datang lagi untuk menculik gadis.-
Gagak Ijo mengangguk-anggukkan kepalanya. Sekarang ia sudah tahu tugasnya. Memeras keterangan dari orang asing itu. Perlahan-lahan Gagak Ijo memutar tubuhnya, menghadap Mahesa Jenar. Sebentar ia mengatur jalan nafasnya, dan dengan perlahan-lahan pula ia mendekati korbannya. Suasana menjadi bertambah tegang.
Gagak Ijo mengangguk-anggukkan kepalanya. Sekarang ia sudah tahu tugasnya. Memeras keterangan dari orang asing itu. Perlahan-lahan Gagak Ijo memutar tubuhnya, menghadap Mahesa Jenar. Sebentar ia mengatur jalan nafasnya, dan dengan perlahan-lahan pula ia mendekati korbannya. Suasana menjadi bertambah tegang.
Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mau mampir...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.